Senin, 02 Februari 2015

Terlalu Banyak #4


Bukankah teramat basi jika aku, lagi lagi, mengucap maaf atas penuhnya jadwal hari ini? Tidak, aku tidak ingin menggunakan kata sibuk. Kata itu seolah memberi kesan negatif. Dan aku tak ingin kau menerima kesan itu. Aku tidak suka hal-hal berbau pesimisme.

Oh, maafkan kalimat pembuka suratku yang berakhiran tanda tanya. Aku hanya tak tahu harus bagaimana memberitahumu tentang betapa sulitnya aku membagi waktu hari ini. Kesibukan, tidak, kesiapanku untuk lebih memerhatikan kesehatan dan jam tidurku dimulai hari ini. Bukan berarti aku tak memerhatikan itu sebelumnya. Tapi, kau tahu kan, rupanya aku harus benar-benar menjaga raga untuk beberapa hari, minggu, atau bahkan bulan ke depan. Kau bahkan tak memaksaku untuk selalu memerhatikanmu. Katamu, "Kesehatanmu adalah hal yang utama. Tak ada guna perhatikan aku kalau kau abaikan apa yang baik untukmu."

Tapi kau baik untukku.
Tanpamu, mungkin aku sudah acuhkan pembagian waktu yang berantakan ini.
Tanpamu, mungkin aku sudah tak peduli dengan maag yang seringkali datang ini.
Tanpamu, mungkin aku sudah menyerah dengan segala tantangan yang ada.
Kau penyemangatku. Tak bisakah aku buatnya lebih jelas bahwa, kau baik untukku.

Maafkan untuk rangkaian kata yang tak tertata. Maafkan untuk kiriman surat yang terlambat. Maafkan untuk... ah. Terlalu banyak maaf kutulis di sini. Aku tak bermaksud untuk menjadi seorang pengumbar maaf. Tapi tak ada ungkapan yang bisa menggambarkan perasaanku saat ini kecuali... maaf.



Surabaya, 2 Februari 2015.
Dari yang sedang kelelahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar