Rabu, 24 April 2013

#24. Dahulu Kita

Halo.

Aku sedang dalam kondisi yang tidak sedemikian sehat untuk menceritakan banyak hal, walaupun aku ingin.
Hari ini, dua orang teman mengajakku ke sebuah rumah makan ayam krispi di daerah dekat kampus. Saat awal datangi tempat itu, aku tidak merasakan apapun, hingga sepasang kekasih kulihat sedang duduk di sebelah meja tempatku menunggu makanan tiba.

Aku teringat kita.

Kau pasti belum lupa, kita sangat sering mengalami kebuntuan harus mencari makan di mana. Lalu pada akhirnya kau, atau aku, putuskan untuk makan di sebuah tempat makan bernama Chicken Mania, kau ingat?
Nah, sepasang kekasih di meja sebelahku mengingatkan kenangan itu. Yang membedakan adalah, mereka duduk berhadapan, sedang kita selalu duduk bersebelahan ketika menyantap hidangan di mana pun tempatnya.

Ketika kutanyakan alasannya padamu, kau jawab, "Nggak enak kalau hadap-hadapan. Berasa jauh. Aku nggak mau jauh-jauh dari kamu."
Ketika kulirik pasangan di sebelahku, aku tersenyum terkenang bagaimana kau selalu menolak untuk duduk berhadapan. Aku tersenyum mengejek mereka, yang lelakinya tak seinisiatif engkau. Dan tak sesayang engkau pada kekasihnya, yaitu aku. Dulu.

Dulu.

Sekarang?
Aku hanya bisa berharap semua terulang.


Tertanda,
Aku.

Senin, 22 April 2013

#23. Menetes (lagi)

Halo.

Aku terlalu sensitif terhadap lagu akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, hari ini, sebuah lagu yang tanpa sengaja terputar dalam playlist komputer lab pun dapat membuatku basahi pipi untuk lima belas menit yang sangat lama.

Tapi masih saja aku sembunyikan rasa rindu ini dari orang-orang di sekitarku. Teman-temanku, sahabatku, bahkan kau, orang yang menjadi alasan mengapa kuteteskan air mata. Semakin aku tutupi semuanya, semakin dadaku terasa sesak, karena tak seorang pun tahu tentang perasaanku yang sesungguhnya untuk setengah tahun yang kosong tanpa hadirmu.

Sepertinya aku merindukanmu.
Sepertinya aku memang sudah tak sanggup jalani kepura-puraan ini lagi.
Sepertinya sudah tiba waktuku untuk katakan bahwa aku masih sangat menyayangimu.
Sepertinya sudah saatnya untukku percayai kau kembali.
Sepertinya sudah saatnya untukku berikan kesempatan yang, entah kedua entah keberapa, untukmu.
Sepertinya aku dan kau sudah harus menjadi kita lagi.

Melewatkanmu di lembaran hariku..
Selalu terhenti di batas senyumanmu
Walau berakhir cinta kita berdua
Hati ini tak ingin dan selalu berdusta..
Melupakanmu takkan mudah bagiku
Selalu kucoba namun aku tak mampu
Membuang semua kisah yang telah berlalu
Di sudut relung hatiku yang membisu,
ku merindukanmu..
Harusnya ku telah melewatkanmu
Menghapuskanmu dari dalam benakku
Namun ternyata sulit bagiku
Merelakanmu pergi dari hatiku..
Selalu ingin dekap tubuhmu
Namun aku tak bisa, karena kau telah bahagia..



Tertanda,
Aku.

Sabtu, 06 April 2013

#22. Bersalah

Halo.

Sungguh malang bagiku. Lagu yang tak kusuka semenjak aku putuskan hubungan ini denganmu, tanpa sengaja kudengar entah di mana. Ya, lagu dengan lirik yang selalu membuatku merasa bersalah, Mudah Saja.

Setiap kata dalam lagu itu seolah mengintimidasiku. Membuatku berpikir aku yang terlalu jahat karena tidak pedulikan betapa sakit hatimu kala aku katakan kalimatku pada dua puluh tujuh Oktober lalu.
Aku pedulikan sakit hatimu. Oleh karenanya aku tidak menyukai lagu itu.

Coba perhatikan liriknya.

Dia bilang
Kau harus bisa seperti aku
Yang sudah biarlah sudah
Mudah saja bagimu, mudah saja untukmu
Andai saja.. Cintamu seperti cintaku..

Coba saja lukamu seperti lukaku..

Itu aku yang pernah berkata bahwa kau harus bisa sepertiku yang (berpura-pura) telah melepaskanmu.
Itu aku yang pernah berkata bahwa yang sudah memanglah sudah.
Itu kau yang pernah berkata bahwa andai saja semuanya mudah untukku. (walau memang tak pernah mudah)
Itu kau yang pernah berkata bahwa andai saja sayangku sama seperti sayangmu. (walau memang sayangku padamu tak pernah berubah, sama sepertimu, bahkan mungkin lebih besar)

Berhenti mainkan lagu itu. Aku tak suka dibuat merasa bersalah (dan kau pun juga, iya kan?)


Tertanda,
Aku.