Rabu, 05 Juni 2013

#28. Tak Pernah Pikir

Halo.

Mulai detik ini, aku tak akan lagi membahas bagaimana sakit dan lukanya hati ini semenjak kutahu kau putuskan untuk bersamanya yang baru dan melupakan segala perbuatan yang telah kau lakukan padaku. Aku hanya akan menceritakan bagaimana proses bergeraknya hati dan pikiranku menuju hari-hari baru yang menungguku.

Beberapa hari ini, aku temukan banyak sekali hal. Mulai yang paling sederhana, hingga yang terkompleks; mengingat luka.

Hal sederhana itu adalah;
Acap kali kutemukan beberapa kalimat dengan embel-embel 'selamanya' di akhir kalimat, yang tentunya diucapkan dari seorang lelaki pada wanitanya. Aku tertawa mencibir, kemudian tanpa sadar berucap, "Selamanya? Hari gini masih ada yang percaya sama omong kosong ber-embel selamanya? Selamanya itu bullshit!"
Tak jarang pula kutemukan beberapa kalimat dan kudengar beberapa orang teman bercerita tentang bagaimana lelakinya berkata, "Aku serius sama kamu." "Ini udah bukan waktunya main-main lagi, aku mantap serius jalani hubungan ini."
Lagi lagi, aku tertawa mencibir. Dan, (lagi lagi) tanpa sadar terlontar, "Serius? Cowok ngomong serius? Hahaha, jangan mau dibodohin lah. Serius itu bullshit. Bisa-bisanya cowok aja itu sih!"

Aku tak pernah sangka akan sedemikian nyinyir dan sensitifnya aku terhadap dua kata berawalan "S" tadi. Aku juga tak pernah sangka akan ucapkan hal yang sedemikian menusuknya bagi beberapa yang mendengar. Aku pun tak pernah sangka akan alami trauma akan sebuah perasaan, yang kata orang-orang adalah, cinta.

Cinta?
Cinta juga bullshit.

Katanya cinta tak akan menyakiti, apa buktinya?
Katanya cinta rela berkorban, apa buktinya?
Katanya cinta membahagiakan, apa buktinya?
Katanya cinta tak akan rela menciptakan tangis kekecewaan, apa buktinya?
Katanya cinta adalah semangat, apa buktinya?
Katanya cinta itu abadi, apa buktinya?

Bukankah kata orang-orang, tak ada yang abadi?


Tertanda,
Aku.

Rabu, 29 Mei 2013

#27. Lubang Besar

Halo.

Setelah tak dapat pejamkan mata untuk sekian lama malam tadi, siang ini aku terbangun. Dan, uh, dapat kurasakan lubang besar di hati yang timbulkan sakit seketika aku buka mata.

Mengingatmu lebih memilih dia untuk tidak kau sakiti dan memilihku untuk kau sakiti sungguh melebarkan luka. Aku masih tidak habis pikir, bagaimana bisa kau pilih dia yang baru kau kenal beberapa bulan saja sedang aku yang mengenalmu beberapa tahun lamanya dan menunggumu hingga saat ini kau buang demi dia. Dia yang baru saja akhiri kisahnya dengan lelakinya, yang kemudian langsung menghamburkan diri dalam pelukmu. Dan, kau buka tanganmu lebar-lebar untuk menyambutnya.

Di mana akal sehatmu?
Tega sekali kau sakiti aku yang katamu, ibu dari anak-anakmu kelak.

Ah, katamu?
Aku sudah tak percayai lagi kata-katamu.
Kau bilang akan cintaiku selamanya.
Selamanya?
Aku sudah tak percayai lagi kata selamanya.
Cinta?
Apalagi.

Aku ingin bergerak meninggalkanmu, tapi hati ini selalu tahu bahwa hanya kau tempat berlabuh.

Seorang teman pernah berkata,
"Berlayarnya kemana-mana, mungkin juga berdiam agak lama, tapi homesick pasti ada. Dan ujung-ujungnya, berlabuh di pelabuhan yang sama"
Seketika juga yang kuingat adalah kau.
Aku bodoh karena berharap akulah pelabuhanmu.
Aku bodoh karena berharap akulah rumahmu.
Karena bagiku kaulah pelabuhanku. Rumahku. Tempat di mana aku meninggalkan hatiku.

Sudahlah, aku tak ingin lanjutkan kesakitan ini.
Tegaskan padaku bahwa kau memilih dia, bukan aku.
Agar jalan untukku mencari pelabuhan dan rumah baru terasa lebih ringan dan mudah.




Walau nyatanya aku tak ingin.


Tertanda,
Aku.

#26. Pilihanmu

Halo.

Akhirnya kutulis lagi surat untukmu.
Berat, memang.
Namun kini kau pun telah baca semua surat-surat ini, kan? Apa yang sudah kau pahami dari sekian banyak surat tak terkirim ini? Apa yang sudah kau tahu dari sekian panjang tulisan yang didasari oleh kenangan ini? Bagaimana perasaanmu setelah membacanya? Akankah kau baca kembali surat ini kala kau teringatku?

Masih begitu banyak pertanyaan.
Namun, tak akan pernah sanggup terjawab karena kau takkan pernah menjawabnya.
Bahkan ketika kau jawab pun, pertanyaan-pertanyaanku takkan pernah usai dan akan kembali terulang oleh kalimat-kalimat yang sama. Mungkin kau akan bosan mendengarnya, tapi aku tak bisa bosan mempertanyakan semua yang telah terjadi pada kau dan aku. Juga, dia.

Aku sedang tak ingin ceritakan sedalam apa luka yang masih segar dan entah kapan akan mengering. Terlalu perih.

Bahkan kini melihat wajahmu pun aku tak sanggup.
Wajah itu, ya, wajah yang kini tak lagi cintaiku.
Wajah yang kini putuskan untuk menyakitiku dengan penuh kesadaran dan kesengajaan.
Wajah yang kini putuskan untuk lanjutkan hidup dengan seseorang yang baru dikenalnya beberapa bulan silam.
Entah apakah wajah itu masih ingat siapa dan bagaimana seseorang dalam hidupnya dulu menemani masa-masa bahagia dan sulitnya tanpa ada secuil keinginan untuk pergi.

Apa yang sedang kau pikirkan?
Dia, yang baru saja akhiri hubungan dengan kekasihnya, dengan mudah kau jadikan bagian hidupmu dan dengan sadarmu kau lindungi dia dari luka yang kau sebabkan.
Sedangkan aku, yang sudah sekian lama kau kenal dan mengenalmu, yang telah temani kau dalam waktu tersulitmu pun kau lukai begitu saja dengan sangat sadar.

Sungguh, aku tak menyangka kau akan berubah menjadi sejahat ini.
Mengapa harus dia?
Mengapa bukan aku yang kau lindungi?
Mengapa kau pilih untuk melukaiku?
Mengapa kau pilih untuk tak melukainya?
Kau bilang tak ingin lukai siapapun. Namun pada akhirnya, itu aku yang kau sakiti. Dengan sadarmu.

Coba bayangkan sakitnya menjadi aku.

Andai saja aku tak cintai kau sedalam ini. Mungkin sakit yang terasa juga tak akan seperih ini.

Hiduplah dengan baik bersama pilihanmu.
Doakan saja semoga nganga yang tak lekas mengering ini segera tertutup.


Tertanda,
Aku.

Kamis, 09 Mei 2013

#25. Ini Harimu

Halo.

Selamat ulang tahun, untuk kau.
Aku ingin ucapkan ini dan itu serta ceritakan bagaimana aku (akhirnya) bertemu kau setelah sekian lama kupendam rasa rindu karena tak memandang wajahmu.
Namun sayangnya, hati ini terluka. Rasanya perih. Sakitnya dalam. Aku tak sanggup tuliskan banyak kata. Tanganku sibuk menyeka tetesan-tetesan yang kurasa kini dapat membuat mataku bengkak bak bola tennis.

Selamat untuk 'kita'mu yang baru.
Aku di sini akan berusaha memupuskan harapan-harapanku untuk 'kita' yang dulu.


NB:
Mungkin ini surat-tak-terkirim terakhirku untukmu, mungkin juga tidak. Aku hanya tak sanggup jabarkan betapa laranya perasaan ini. Aku menyesal telah bohongi perasaanku sendiri. Telah bohongi engkau dan dunia untuk sedemikian lama. Telah berpura-pura berikan restu untuk 'kita' baru punyamu. Kurasa aku perlu waktu untuk obati nganga lebar dalam hati.


Tertanda,
Aku.

Rabu, 24 April 2013

#24. Dahulu Kita

Halo.

Aku sedang dalam kondisi yang tidak sedemikian sehat untuk menceritakan banyak hal, walaupun aku ingin.
Hari ini, dua orang teman mengajakku ke sebuah rumah makan ayam krispi di daerah dekat kampus. Saat awal datangi tempat itu, aku tidak merasakan apapun, hingga sepasang kekasih kulihat sedang duduk di sebelah meja tempatku menunggu makanan tiba.

Aku teringat kita.

Kau pasti belum lupa, kita sangat sering mengalami kebuntuan harus mencari makan di mana. Lalu pada akhirnya kau, atau aku, putuskan untuk makan di sebuah tempat makan bernama Chicken Mania, kau ingat?
Nah, sepasang kekasih di meja sebelahku mengingatkan kenangan itu. Yang membedakan adalah, mereka duduk berhadapan, sedang kita selalu duduk bersebelahan ketika menyantap hidangan di mana pun tempatnya.

Ketika kutanyakan alasannya padamu, kau jawab, "Nggak enak kalau hadap-hadapan. Berasa jauh. Aku nggak mau jauh-jauh dari kamu."
Ketika kulirik pasangan di sebelahku, aku tersenyum terkenang bagaimana kau selalu menolak untuk duduk berhadapan. Aku tersenyum mengejek mereka, yang lelakinya tak seinisiatif engkau. Dan tak sesayang engkau pada kekasihnya, yaitu aku. Dulu.

Dulu.

Sekarang?
Aku hanya bisa berharap semua terulang.


Tertanda,
Aku.

Senin, 22 April 2013

#23. Menetes (lagi)

Halo.

Aku terlalu sensitif terhadap lagu akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, hari ini, sebuah lagu yang tanpa sengaja terputar dalam playlist komputer lab pun dapat membuatku basahi pipi untuk lima belas menit yang sangat lama.

Tapi masih saja aku sembunyikan rasa rindu ini dari orang-orang di sekitarku. Teman-temanku, sahabatku, bahkan kau, orang yang menjadi alasan mengapa kuteteskan air mata. Semakin aku tutupi semuanya, semakin dadaku terasa sesak, karena tak seorang pun tahu tentang perasaanku yang sesungguhnya untuk setengah tahun yang kosong tanpa hadirmu.

Sepertinya aku merindukanmu.
Sepertinya aku memang sudah tak sanggup jalani kepura-puraan ini lagi.
Sepertinya sudah tiba waktuku untuk katakan bahwa aku masih sangat menyayangimu.
Sepertinya sudah saatnya untukku percayai kau kembali.
Sepertinya sudah saatnya untukku berikan kesempatan yang, entah kedua entah keberapa, untukmu.
Sepertinya aku dan kau sudah harus menjadi kita lagi.

Melewatkanmu di lembaran hariku..
Selalu terhenti di batas senyumanmu
Walau berakhir cinta kita berdua
Hati ini tak ingin dan selalu berdusta..
Melupakanmu takkan mudah bagiku
Selalu kucoba namun aku tak mampu
Membuang semua kisah yang telah berlalu
Di sudut relung hatiku yang membisu,
ku merindukanmu..
Harusnya ku telah melewatkanmu
Menghapuskanmu dari dalam benakku
Namun ternyata sulit bagiku
Merelakanmu pergi dari hatiku..
Selalu ingin dekap tubuhmu
Namun aku tak bisa, karena kau telah bahagia..



Tertanda,
Aku.

Sabtu, 06 April 2013

#22. Bersalah

Halo.

Sungguh malang bagiku. Lagu yang tak kusuka semenjak aku putuskan hubungan ini denganmu, tanpa sengaja kudengar entah di mana. Ya, lagu dengan lirik yang selalu membuatku merasa bersalah, Mudah Saja.

Setiap kata dalam lagu itu seolah mengintimidasiku. Membuatku berpikir aku yang terlalu jahat karena tidak pedulikan betapa sakit hatimu kala aku katakan kalimatku pada dua puluh tujuh Oktober lalu.
Aku pedulikan sakit hatimu. Oleh karenanya aku tidak menyukai lagu itu.

Coba perhatikan liriknya.

Dia bilang
Kau harus bisa seperti aku
Yang sudah biarlah sudah
Mudah saja bagimu, mudah saja untukmu
Andai saja.. Cintamu seperti cintaku..

Coba saja lukamu seperti lukaku..

Itu aku yang pernah berkata bahwa kau harus bisa sepertiku yang (berpura-pura) telah melepaskanmu.
Itu aku yang pernah berkata bahwa yang sudah memanglah sudah.
Itu kau yang pernah berkata bahwa andai saja semuanya mudah untukku. (walau memang tak pernah mudah)
Itu kau yang pernah berkata bahwa andai saja sayangku sama seperti sayangmu. (walau memang sayangku padamu tak pernah berubah, sama sepertimu, bahkan mungkin lebih besar)

Berhenti mainkan lagu itu. Aku tak suka dibuat merasa bersalah (dan kau pun juga, iya kan?)


Tertanda,
Aku.

Minggu, 31 Maret 2013

#21. Hanya Engkau

Halo.

Rasa rinduku padamu memuncak.
Aku alami beberapa hari yang sulit akhir-akhir ini.
Aku butuhkanmu sebagai tempat untuk berbagi.
Aku ingin sandarkan lelahku pada bahumu.
Aku inginkan kau.


Tertanda,
Aku.

Jumat, 01 Maret 2013

#20. Terombang-ambing

Halo.

Lelaki yang dulu pernah dekat denganku dan kujadikan alasan berakhirnya hubungan kita (walau sesungguhnya tidak), kini aku sudah benar-benar berhenti menyukainya. Aku hanya menyukainya, mungkin mengaguminya, namun aku tidak pernah menyayanginya. Dia ada ketika aku kau tinggalkan. Kau biarkan begitu saja tanpa ada kabar yang jelas dan dengan perlakuanmu yang, ya, seperti yang kau tahu. Namun kini, aku sungguh-sungguh berhenti menyukainya.

Lelaki yang kusayangi dan kucintai selama ini tentu saja hanyalah kau.
Walau seperih apapun luka yang kau torehkan, rasa ini tidak pernah hilang, dan tidak bisa hilang walau sudah kupaksakan berulang kali.

Aku ingin kembali dalam pelukanmu. Namun tak mungkin aku katakan, karena aku masih dalam kepura-puraanku melepaskanmu.

Mungkin suatu waktu jika aku sudah tak sanggup lagi berpura-pura, aku akan mengatakannya langsung di depan matamu. Di depan tubuhmu. Di mana mata kita akan saling bertautan dan (dalam khayalanku) kau memelukku seraya tersenyum.


Tertanda,
Aku.

Kamis, 28 Februari 2013

#19. Tak Mungkin Aku Inginkan

Halo.

Aku sedang tergila-gila dengan lagu berjudul Percayalah yang dipopulerkan oleh Ecoutez. Bukan karena liriknya. Namun karena memang nadanya yang indah. Dan juga karena kau dulu pernah berjanji padaku untuk membuat sebuah cover lagu ini denganku. Hingga akhirnya aku membuat versi coverku sendiri. Sen-di-ri. Mana janjimu?

Lirik di dalamnya, aku tak menyukainya.
Percayalah kasih, cinta tak harus memiliki
Walau kau dengannya, namun ku yakin hatimu untukku
Percayalah kasih, cinta tak harus memiliki
Walau kau coba lupakan aku
Tapi ku kan selalu ada untukmu..

Aku tak pernah setuju dengan frasa cinta tak harus memiliki.
Jika kau memang cinta, maka kau harus memiliki.
Namun kau bisa sebut aku munafik.
Karena aku mencintaimu, namun tak ungkapkan keinginanku untuk memilikimu kembali sebab terhalang gengsi.


Tertanda,
Aku.

Rabu, 27 Februari 2013

#18. Adakah Cara?

Halo.

Sudah berulang kali aku mencari cara untuk melupakanmu karena kau tidak bersegera untuk menemuiku dan buktikan perubahanmu. Namun hasilnya selalu sama. Nihil.

Sekeras apapun aku mencoba untuk cari sesuatu yang dapat buatku lupa akanmu, sekeras itu pulalah aku teringat akanmu dan pikiran itu selalu penuhi benakku lagi. Ya. Pikiran kalau kalau kau memang sudah berubah dan kesempatan kedua untukmu sudah saatnya kuberikan.

Aku bukan tak sayangi kau lagi, aku hanya membutuhkan sebuah pembuktian.
Aku ingin kau tak menghindar dariku ketika aku tagih bukti itu. Karena aku menyayangimu, masih.


Tertanda,
Aku.

Selasa, 26 Februari 2013

#17. Tentu Saja Sulit

Halo.

Beberapa hari lalu aku kunjungi sebuah rumah sakit. Aku benci rumah sakit. Ia membuatku mengingat bagaimana aku dirawat di sebuah rumah sakit saat aku celaka dulu dan membuat kau mengkhawatirkanku sedemikian paniknya. Maafkan aku karena membuatmu khawatir, aku tidak pernah bermaksud begitu.

Aku ingat, kau bercerita padaku bahwa kau terima kabar tentangku yang mengalami kecelakaan motor dan harus dioperasi. Saat itu kau bilang kau seperti orang gila yang mencari ruangan tempatku dirawat dan bertanya kesana kemari. Aku tersenyum miris sambil membatinkan berulang kali kata maaf.

Kehadiranmu kala menjengukku tentu terlihat oleh teman-temanku dan keluargaku. Saat itu aku memang sedang dekat dengan seseorang yang, ya, kau tahu. Dan aku, dengan ketaksadaranku, mengabaikanmu. Aku menyesalinya.

Kau pasti tak tahu bahwa selepas kau langkahkan kaki keluar dari pintu ruangan di mana aku dirawat, tanteku berkata, "Itu tadi pacarmu ya, mbak? Anaknya baik, ganteng, mami setuju kalau kamu sama dia. Kasian lo dia habis kuliah langsung ke sini jengukin kamu, mbak."
Aku tersenyum.

Sedang mama berkata, "Mush'ab kasian lo mbak, jangan disuruh kesini terus ta. Dia tadi katanya mau ngerjain tugas. Kalau sibuk ya gakpapa gak usah dipaksain jengukin kamu."
Aku hanya mengiyakan.

Hei, kau tahu? Kau adalah lelaki pertama yang mendapatkan kepercayaan keluarga serta orang tuaku untuk menjagaku ketika aku sakit dan mempercayaimu dengan meninggalkan kita berdua di ruangan itu. Keluarga dan orang tuaku bukanlah tipe manusia yang mudah mempercayai lelaki untukku, apalagi sampai meninggalkan kita berdua saja. Kau tentu ingat, mamaku mempercayakanmu untuk menyuapiku makanan hanya agar aku mau makan. Ah, itu lucu. Mama dan papa mana pernah setuju seorang lelaki sampai menyuapiku. Kau memang hebat.

Temukan penggantimu yang bisa mendapatkan kepercayaan sebesar itu dari keluarga dan orang tuaku bukanlah hal yang mudah. Uh, aku ingin ceritakan ini padamu dan pelukmu erat saat ini. Sayangnya, aku tak bisa.


Tertanda,
Aku.

Kamis, 14 Februari 2013

#16. Tiga Tahun

Halo.

Tiga tahun lalu, kau, aku, dan dua orang teman kita, berlibur diam-diam (tanpa beritahu orang tuaku) di sebuah wisata alam di kabupaten. Apakah kau ingat, bagaimana kau kedinginan saat itu dan aku yang tak tahu harus memelukmu atau tidak karena masih malu di hadapan dua orang teman kita? Ya, hubungan kita kala itu belum genap satu bulan, tentu saja aku masih malu.

Waktu itu, kau suruh aku untuk memelukmu dan tak pedulikan anggapan dua orang teman kita. Namun aku menolaknya. Dan kau raih tanganku kemudian kau pelukkan sendiri pada tubuhmu. Lucu. Mengingatnya, tidak pernah gagal membuat aku tersenyum.

Bisakah hal itu terulang kembali?
Aku rindu semua tingkah lucumu.


Tertanda,
Aku.

Minggu, 10 Februari 2013

#15. Tiba-tiba Saja

Halo.

Mungkin aku yang sedikit aneh, tapi entah mengapa detik ini aku benar-benar takut kehilanganmu.
Oh, aku sudah kehilanganmu, bukankah demikian?

Namun bukan itu yang kumaksudkan.
Aku takut seandainya tiba suatu masa di mana engkau tak akan lagi kirimkan pesan singkatmu yang sulit kubalas karena aku memaksakan diri melupakanmu dengan tidak mengisikan pulsa pada ponselku. Ketakutan yang tiba-tiba datang ini memang beralasan, melihat pesan-pesanmu yang tidak sesering dahulu nampak di ponselku.

Aku ingin meneriakkan namamu di sebuah tanah lapang dan kemudian kau hadir memelukku dari belakang dan menenangkan aku.


Tertanda,
Aku.

Selasa, 05 Februari 2013

#14. Memori. Kenangan. Nostalgia.

Halo.

Maafkan aku yang belum bisa menghapus kau dari benakku, walau seseorang telah coba tawarkan cintanya untukku. Aku tak bisa. Dia bukan kau, yang dapat membuatku terjatuh untuk sekian lama.

Aku tak bisa secepat itu merasa cocok dengannya, tak seperti denganmu. Kau punya mantra ajaib yang membuatku merasa klik saat dulu kau coba tawarkan cintamu. Entahlah, aku tak bisa paksakan perasaanku untuknya, karena dia bukan kau, yang mampu membuatku berikan seluruh perasaanku tanpa sedikitpun paksaan.

Mungkin terdengar sedikit konyol dan kekanak-kanakan, tapi aku ingin ceritakan beberapa hariku bersama dia padamu, hanya agar aku tahu kau masih cemburu padaku atau tidak.

Ah, mana mungkin aku bisa ceritakan bagaimana kedekatanku dengan lelaki lain padamu. Aku tidak akan tega melihat wajah cemburumu yang lucu dan membuatku ingin mencubit hidungmu yang kusukai itu.

Telah lama ku tahu engkau punya rasa untukku
Kini saat dia tak kembali
Kau nyatakan cintamu
Namun, aku takkan pernah bisa..
Ku takkan pernah merasa
Rasakan cinta yang kau beri
Ku terjebak di ruang nostalgia
Semua yang kurasa kini..
Tak berubah sejak dia pergi..
Maafkanlah ku hanya ingin sendiri ku di sini..


Tertanda,
Aku.

Rabu, 23 Januari 2013

#13. Pengingat

Halo.

Pagiku dikejutkan dengan bunyi pengingat yang sangat nyaring dari ponselku. Ketika ku buka mata dan periksa ada apa, ternyata itu pengingat hari jadi kita yang ke-tiga tahun. Di layar ponselku, tertulis "♥ayam's Anniversary".

Aku tersenyum. Sedetik kemudian, aku merasakan ada bulir yang jatuh dari sudut mata.

Andai saja aku dapat pertahankan hubungan ini. Tentu tak perlu ada bulir yang jatuh pagi tadi.


Tertanda,
Aku.

Minggu, 20 Januari 2013

#12. Hadapi Kenyataan

Halo.

Aku benci fakta bahwa aku harus merindukanmu sedemikian hebat pada detik ini.
Aku benci fakta bahwa aku menyesali telah ambil keputusan sesingkat itu. Walau memang tak pernah mudah bagiku.
Aku benci fakta bahwa aku ingin memelukmu untuk saat ini. Kemudian tanpa sebab yang pasti tumpahkan semua air mata di pundakmu.
Aku benci fakta bahwa aku rindu belaian lembut penuh kasih sayangmu pada rambutku.
Aku benci fakta bahwa aku tak lagi bisa melarangmu ini dan itu yang sesungguhnya demi kebaikanmu.
Aku benci fakta bahwa aku tidak bisa semudah dulu dalam hal mempercayaimu kembali.
Aku benci fakta bahwa aku menginginkanmu kembali jalani sisa harimu bersamaku.


Tertanda,
Aku.

Minggu, 13 Januari 2013

#11. Terima Kasih Untuk Bahagiaku

Halo.

Hari ini usiaku resmi menjadi delapan belas tahun. Kukira ulang tahunku kali ini akan menjadi yang terburuk sejak kau tak lagi ada di sisiku untuk temani bertambahnya usia. Namun ternyata tidak.

Awalnya, terselip sedih dan kecewa ketika aku menunggu pesan singkat berisi ucapan selamat padaku darimu yang tak kunjung nampak di layar ponselku. Ku tunggu hingga hari berganti, tetap tak ada satupun pesan dengan namamu di atasnya. Aku tertidur dengan perasaan hampa.

Rupanya kau tahu benar bagaimana mengobati kesedihan dan kekecewaanku. Kau bangunkan aku dari tidur dengan kue ulang tahun di tanganmu, dua sahabat terbaikku yang membawakan poster berisi ucapan, dan nyanyian selamat ulang tahun.

Bahagiaku sesederhana ini.

Aku tak pernah sangka kau akan kejutkan aku dengan hal kecil namun berarti besar seperti ini. Aku senang karena kau yang membawa kue dan kutiupkan permohonan di atas api lilin yang menyala. Kau mengenakan baju yang kuberi untuk ulang tahunmu, menggandalah bahagiaku.

Sayang sekali aku harus menyesal karena aku menolak kau ajak menikmati kota yang penuh akan kenangan kita.
Aku harus berpura-pura biasa.
Aku harus sembunyikan kebahagiaanku ini.
Aku ingin tahu apa kau tetap akan perjuangkan aku ketika aku berlagak telah melupakanmu.
Aku ingin tahu apa kau tetap akan menyayangiku ketika aku merajuk sedemikian rupa yang aku sendiri pun  muak melihatnya.
Aku ingin tahu apa semua perkataan manismu adalah nyata dan bukan hanya sekedar omong kosong.

Maafkan aku yang terlalu egois.


NB:
Tadi pagi, untuk yang kesekian kalinya kau melihatku dalam keadaan berpiyama. Namun kali pertama kau melihatku dalam keadaan bangun tidur, tidak mandi, tanpa parfum, muka berminyak, dan rambut yang acak-acakan. Aku menemuimu tanpa ada niatan untuk bergegas mempercantik diri karena aku telah menaruh percaya padamu dan membuang kejaimanku jauh. Terima kasih karena tetap mau menemuiku dalam keadaan seperti itu. Aku menyayangimu.


Tertanda,
Aku.