Senin, 31 Desember 2012

#10. Hilang

Halo.

Beberapa hari lagi aku akan menjalani Ujian Akhir Semester. Ini adalah kali pertama aku tak mendapat suntikan semangat untuk menghadapi ujian darimu. Rasanya aneh. Hambar. Aku tidak suka.

Bagaimana dengan engkau? Apa kau juga merasakan hal yang sama denganku? Apa kau merindukan kalimat-kalimat penyemangat dariku untuk hadapi ujian? Apa kau juga rasakan keanehan itu?

Seharusnya aku tetap memberimu semangat karena aku sangat ingin. Tapi lagi lagi, aku harus menahannya. Demi egoku. Demi rasa gengsi yang sebegitu besar. Demi melancarkan drama kepura-puraanku yang bagi kau dan sebagian orang, sudah tak pedulikan keadaanmu lagi.

Aku sangat mempedulikanmu.

Sungguh, aku butuhkan bumbu darimu. Agar proses meraih impianku menjadi lebih manis. Dan, indah.


Tertanda,
Aku.

Minggu, 30 Desember 2012

#9. Menetes

Halo.

Entah sudah berapa kali orang tuaku menanyakanmu hari ini. Sepertinya mereka merindukan kehadiranmu di rumah sederhana yang biasa kau kunjungi. Atau mungkin mereka tahu, anak gadisnya mengharapkan kedatanganmu setelah sekian lama tak ada 'kita' lagi.

Entah sudah berapa kali aku termenung sendiri dalam kamar kemudian pandangi gitar yang berdiri di sudut ruangan. Tersenyum mengingat bagaimana kau dulu biasa menyanyikan lagu-lagu untuk menghiburku dan menghibur dirimu sendiri di ruang tamu rumah ini.

Entah sudah berapa kali aku buka folder berisi pesan singkatmu padaku beberapa bulan silam. Kau tuliskan banyak kata manis yang mampu membuatku tersenyum, kadang terbahak, dan tak jarang menghadirkan rasa kangen yang kupaksa untuk sembunyi dan tak tampakkan ia di hadapmu.

Entah sudah berapa kali aku mencari-cari celah dan alasan untuk bertemu denganmu, yang entah juga sudah berapa kali kau tolak dengan alasan yang tak pernah kau ganti.

Entah sudah berapa kali perasaan ini tersakiti kala kau tolak dengan halus ajakan-ajakanku, yang selalu saja mengalah dan bersikap seolah semua baik saja walau sejujurnya hati ini terluka.

Entah sudah berapa kali otak ini dipenuhi dengan pikiran akan kau yang perlahan meninggalkanku, dengan semua kata manis yang kau tancapkan di memoriku, dengan semua perlakuanmu yang takkan bisa terhapus dari benakku.


Aku takut.
Takut kalau kau bertemu dengan wanita lain yang lebih baik dari aku.
Takut kalau kau bertemu dengan wanita lain yang dapat penuhi inginmu, yang tak pernah dapat kupenuhi.
Takut kalau kau bertemu dengan wanita lain yang menyayangimu melebihiku, dan kau sayangi melebihi sayangmu padaku.
Takut kalau kau melupakan aku dengan mudah, yang sangat berkebalikan dengan keadaanku.
Takut kalau kau hapuskan kenangan indah yang kau buat denganku.
Takut kalau kau hapuskan kenangan pahit yang kau buat denganku.
Takut kalau kau tak maksudkan semua perkataan manis yang terucap untukku.
Takut kalau kau tak maksudkan semua keseriusanmu selama ini yang selalu aku percayai.
Takut kalau kau akhirnya memutuskan untuk berhenti menyayangiku.


Hanya agar kau tahu, hingga detik ini, rasa sayangku padamu akan tetap sama sebanyak yang kau ketahui dan tidak kau ketahui.


Tertanda,
Aku.

Selasa, 25 Desember 2012

#8. Sayangnya, Bukan Kita

Halo.

Sudah lama ya, aku tidak ceritakan bagaimana aku merindukanmu dan bagaimana hal-hal di sekelilingku menanyakan keberadaanmu? Harusnya kau tahu bahwa aku akan selalu merindukanmu dan bahwa hal-hal di sekelilingku tak pernah henti tanyakanmu.

Kau dan aku bertemu hari ini. Di rumahku. Senang? Tentu saja. Telah sekian lama kupendam rasa rindu yang kini makin menumpuk semenjak kau langkahkan kaki keluar dari rumahku tadi. Ah, bertemu kau selalu menimbulkan rasa bahagia namun juga rindu yang takkan pernah ada habisnya. Baru saja kau menemuiku, namun sekarang aku telah merindukanmu (kembali).

Ada satu hal sederhana yang kau dan aku lakukan tadi. Mengambil gambar kau dan aku. Berdua. Duduk di ruang tamu rumahku sebagaimana yang biasa kau lakukan, lalu membuka komputer jinjing milik mama, dan snap! Kita berpose ini dan itu sambil tertawa riang.

Riang?
Sungguhkah tawamu riang?
Bagaimana dengan tawaku?
Tentu saja tawaku sedemikian riang. Aku masih menyayangimu, kau ingat?
Entah sudah berapa lama kita tak lakukan hal sepele yang konyol namun membahagiakan seperti ini.

Saat ini, aku ketik tulisan ini sambil pandangi foto-foto kita yang terjepret tadi siang. Lucu. Ekspresimu tidak pernah berubah. Aku menyukainya, walau kadang kau sungguh menjengkelkan karena posemu yang monoton.

Terima kasih karena membuatku bahagia hari ini. Terima kasih karena masih menyempatkan menengokku yang sejujurnya, merindu setengah mati. Terima kasih karena, entah benar entah tidak, kau masih simpan perasaan itu untukku. Terima kasih karena sudah mau menuruti permintaan bodohku untuk mengambil foto kita bersama.

Ah, sayang sekali foto ini bukanlah foto 'kita'.



Tertanda,
Aku.

Senin, 10 Desember 2012

#7. Lelah

Halo.

Sepertinya aku mulai lelah membohongi perasaan dan hatiku sendiri. Lelah menjalani kepura-puraan di hadapan sedemikian banyak jiwa. Lelah menjunjung ego yang tak mau turun. Lelah menunggu waktu di mana akhirnya akan kau buktikan bahwa kau telah menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Kalau kau sempat membaca surat-surat ini, coba mampir sejenak pada postingan ini. Dan coba tengok dua paragraf terakhirnya. Aku benar-benar lelah.


Tertanda,
Aku.