Minggu, 30 Desember 2012

#9. Menetes

Halo.

Entah sudah berapa kali orang tuaku menanyakanmu hari ini. Sepertinya mereka merindukan kehadiranmu di rumah sederhana yang biasa kau kunjungi. Atau mungkin mereka tahu, anak gadisnya mengharapkan kedatanganmu setelah sekian lama tak ada 'kita' lagi.

Entah sudah berapa kali aku termenung sendiri dalam kamar kemudian pandangi gitar yang berdiri di sudut ruangan. Tersenyum mengingat bagaimana kau dulu biasa menyanyikan lagu-lagu untuk menghiburku dan menghibur dirimu sendiri di ruang tamu rumah ini.

Entah sudah berapa kali aku buka folder berisi pesan singkatmu padaku beberapa bulan silam. Kau tuliskan banyak kata manis yang mampu membuatku tersenyum, kadang terbahak, dan tak jarang menghadirkan rasa kangen yang kupaksa untuk sembunyi dan tak tampakkan ia di hadapmu.

Entah sudah berapa kali aku mencari-cari celah dan alasan untuk bertemu denganmu, yang entah juga sudah berapa kali kau tolak dengan alasan yang tak pernah kau ganti.

Entah sudah berapa kali perasaan ini tersakiti kala kau tolak dengan halus ajakan-ajakanku, yang selalu saja mengalah dan bersikap seolah semua baik saja walau sejujurnya hati ini terluka.

Entah sudah berapa kali otak ini dipenuhi dengan pikiran akan kau yang perlahan meninggalkanku, dengan semua kata manis yang kau tancapkan di memoriku, dengan semua perlakuanmu yang takkan bisa terhapus dari benakku.


Aku takut.
Takut kalau kau bertemu dengan wanita lain yang lebih baik dari aku.
Takut kalau kau bertemu dengan wanita lain yang dapat penuhi inginmu, yang tak pernah dapat kupenuhi.
Takut kalau kau bertemu dengan wanita lain yang menyayangimu melebihiku, dan kau sayangi melebihi sayangmu padaku.
Takut kalau kau melupakan aku dengan mudah, yang sangat berkebalikan dengan keadaanku.
Takut kalau kau hapuskan kenangan indah yang kau buat denganku.
Takut kalau kau hapuskan kenangan pahit yang kau buat denganku.
Takut kalau kau tak maksudkan semua perkataan manis yang terucap untukku.
Takut kalau kau tak maksudkan semua keseriusanmu selama ini yang selalu aku percayai.
Takut kalau kau akhirnya memutuskan untuk berhenti menyayangiku.


Hanya agar kau tahu, hingga detik ini, rasa sayangku padamu akan tetap sama sebanyak yang kau ketahui dan tidak kau ketahui.


Tertanda,
Aku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar