Akhirnya kutulis lagi surat untukmu.
Berat, memang.
Namun kini kau pun telah baca semua surat-surat ini, kan? Apa yang sudah kau pahami dari sekian banyak surat tak terkirim ini? Apa yang sudah kau tahu dari sekian panjang tulisan yang didasari oleh kenangan ini? Bagaimana perasaanmu setelah membacanya? Akankah kau baca kembali surat ini kala kau teringatku?
Masih begitu banyak pertanyaan.
Namun, tak akan pernah sanggup terjawab karena kau takkan pernah menjawabnya.
Bahkan ketika kau jawab pun, pertanyaan-pertanyaanku takkan pernah usai dan akan kembali terulang oleh kalimat-kalimat yang sama. Mungkin kau akan bosan mendengarnya, tapi aku tak bisa bosan mempertanyakan semua yang telah terjadi pada kau dan aku. Juga, dia.
Aku sedang tak ingin ceritakan sedalam apa luka yang masih segar dan entah kapan akan mengering. Terlalu perih.
Bahkan kini melihat wajahmu pun aku tak sanggup.
Wajah itu, ya, wajah yang kini tak lagi cintaiku.
Wajah yang kini putuskan untuk menyakitiku dengan penuh kesadaran dan kesengajaan.
Wajah yang kini putuskan untuk lanjutkan hidup dengan seseorang yang baru dikenalnya beberapa bulan silam.
Entah apakah wajah itu masih ingat siapa dan bagaimana seseorang dalam hidupnya dulu menemani masa-masa bahagia dan sulitnya tanpa ada secuil keinginan untuk pergi.
Apa yang sedang kau pikirkan?
Dia, yang baru saja akhiri hubungan dengan kekasihnya, dengan mudah kau jadikan bagian hidupmu dan dengan sadarmu kau lindungi dia dari luka yang kau sebabkan.
Sedangkan aku, yang sudah sekian lama kau kenal dan mengenalmu, yang telah temani kau dalam waktu tersulitmu pun kau lukai begitu saja dengan sangat sadar.
Sungguh, aku tak menyangka kau akan berubah menjadi sejahat ini.
Mengapa harus dia?
Mengapa bukan aku yang kau lindungi?
Mengapa kau pilih untuk melukaiku?
Mengapa kau pilih untuk tak melukainya?
Kau bilang tak ingin lukai siapapun. Namun pada akhirnya, itu aku yang kau sakiti. Dengan sadarmu.
Coba bayangkan sakitnya menjadi aku.
Andai saja aku tak cintai kau sedalam ini. Mungkin sakit yang terasa juga tak akan seperih ini.
Hiduplah dengan baik bersama pilihanmu.
Doakan saja semoga nganga yang tak lekas mengering ini segera tertutup.
Tertanda,
Aku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar